"Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”
(1Kor 15:1-11; Luk 7:36-50)
“Terlahir di tengah keluarga terpandang masyarakat Korea saat itu (yangban),
orang tua Kim Taegon berubah memeluk agama Katolik dan ayahnya kemudian
dihukum mati karena menjadi Kristiani - suatu tindakan terlarang di
Korea yang sangat kental Konfusianisme-nya saat itu. Kim Taegon belajar
di sebuah seminari di Makau dan ditahbiskan menjadi seorang imam di Shanghai
setelah enam tahun. Ia kemudian kembali ke Korea untuk berkhotbah dan
menyebarkan Injil. Selama masa Dinasti Joseon, agama Kristiani ditindas
keras dan banyak umat Kristiani yang disiksa dan dibunuh. Umat
Katolik harus secara tertutup mempraktekkan iman mereka. Kim Taegon
adalah salah satu dari beberapa ribu umat Kristiani yang dihukum mati
selama masa ini. Pada tahun 1846, dalam usia 25 tahun, ia disiksa dan
dihukum pancung. Kata-kata terakhirnya adalah:"ini adalah waktu terakhir
dari hidupku, dengarkan aku baik-baik: bila aku pernah berkomunikasi
dengan orang asing, maka hal ini terjadi untuk agama dan Tuhan-ku.
Adalah untuk-Nya aku ini mati. Kehidupan abadiku baru mulai. Jadilah
orang Kristiani bila engkau berharap untuk bahagia setelah meninggal
dunia, karena Tuhan memiliki hukuman abadi bagi mereka yang menolak
untuk mengenal-Nya."[Pada tanggal 6
Mei 1984 Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasi Andrew Kim Taegon bersama dengan 102 orang martir Korea lainnya, termasuk diantaranya Paulus Chong Hasang. Hari raya penghormatan kepada mereka adalah tanggal 20 September.” (sumber: www.google.co.id), demikian riwayat singkat St.Andreas Kim Taegon.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Kim Taegon, imam
dan Paulus Chang Haesang dkk, para martir Korea, hari ini saya
sampaikan catatan-catatan sederhana sbb.:
· Hidup
dalam iman memang sungguh menyelamatkan, demikian dalam iman kita tidak
perlu takut dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan,
sebagaimana dihayati oleh para martir Korea yang kita kenangkan hari
ini. Maka kami mengajak kita semua, umat beriman, untuk sungguh-sungguh
setia pada iman kita serta menghayati iman dalam cara hidup dan cara
bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Dalam warta gembira
hari ini dikisahkan seorang perempuan berdosa yang tidak takut terhadap
orang-orang Farisi menghadap Yesus mohon kasih pengampunanNya dengan
mengurapi dan menciumi kaki Yesus, sebagai wujud
bakti kepadaNya. Jika kita jujur dan benar mawas diri kiranya kita akan
mengakui dan menyadari bahwa diri kita adalah orang-orang berdosa, maka
meskipun berdosa marilah kita menghadap Tuhan untuk mohon kasih
pengampunanNya, dan serta kemudian tanpa takut dan gentar mewartakan
kasih pengampunan atau menjadi saksi iman dalam cara hidup dan cara
bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Menjadi saksi iman
pada masa kini memang sungguh mendesak dan up to date, mengingat
dan memperhatikan banyak orang tidak atau kurang setia pada imannya,
yang menggejala dalam aneka perilaku amoral atau jahat. Marilah kita
berantas aneka pelanggaran hidup moral atau aneka kejahatan dalam
lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing, sebagai wujud kesaksian
iman kita. Kesaksian atau penghayatan iman merupakan wujud utama dan
terutama penghayatan tugas merasul, yang tak tergantikan oleh cara atau
bentuk
apapun.
· “Karena
aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak
disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.Tetapi karena
kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih
karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku
telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku,
melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.Sebab itu, baik aku,
maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi
percaya.” (1Kor 15:9-11), demikian kesaksian iman Paulus. Paulus
tidak takut
dan tidak gentar mewartakan kabar baik dan mereka yang mendengarkannya
pun menjadi percaya. Memang kesaksian iman yang mendalam dan handal
sungguh memikat, mempesona dan menawan, sehingga mereka yang
menyaksikannya tergerak untuk semakin percaya atau beriman kepada Tuhan,
dengan mempersembah-kan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup
dan cara bertindak setiap hari yang baik dan bermoral. Kita semua telah
menerima kasih karunia Tuhan secara melimpah ruah melalui sekian banyak
orang yang telah berbuat baik kepada kita, maka marilah kita usahakan
agar kasih karunia Tuhan tersebut tidak menjadi sia-sia dalam diri kita.
Kita teruskan kasih karunia Tuhan kepada saudara-saudari kita dimana
pun dan kapan pun tanpa pandang bulu. Kasih karunia Tuhan merupakan
kekuatan bagi kita semua untuk tidak takut dan tidak gentar menjadi
saksi iman. Hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan dan
kekhawatiran sedikitpun. Hendaknya anak-anak di dalam
keluarga dididik dan dibiasakan sedini mungkin dalam penghayatan iman,
dan tentu saja para orangtua dapat menjadi teladan dalam penghayatan
iman bagi anak-anaknya. Salah satu wujud penghayatan iman adalah saling
menyalurkan kasih karunia Tuhan, maka marilah kita saling mengasihi satu
sama lain. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa dapat
menjadi wujud kasih karunia Tuhan kepada saudara-saudari kita. Dimana
pun berada atau kemana pun pergi hendaknya kita sungguh menjadi kasih
karunia Tuhan bagi orang lain.
“Bersyukurlah
kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih
setia-Nya. Biarlah Israel berkata: "Bahwasanya untuk selama-lamanya
kasih setia-Nya!" (Mzm 118:1-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar