“Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan”
(Pkh 3:1-11; Luk 9:19-22)
“Jawab
mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula
yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit."
Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab
Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras,
supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus
berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak
oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan
dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:19-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Setia
pada iman atau ajaran agama yang benar kiranya tak akan pernah terlepas
dari aneka penderitaan, hambatan dan tantangan. Semua agama maupun
ajaran perihal iman kiranya memuncak atau berpusat pada ajaran
cintakasih, dan cintakasih sejati tak akan terlepas dari penderitaan
sebagaimana dihayati oleh Yesus yang harus menderita dan wafat di kayu
salib karena cintakasihNya kepada umat manusia di bumi ini. Saya percaya
bahwa anda sebagai suami-isteri yang saling mengasihi juga tak pernah
lepas dari penderitaan, demikian juga cintakasih orangtua
terhadap anak-anaknya. Maka sabda hari ini hemat saya tidak terlalu
asing bagi mereka yang hidup saling mengasihi satu sama lain di dalam
cara hidup dan cara bertindak setiap hari, khususnya para suami-isteri
yang baik, saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap
akal budi dan segenap tenaga atau tubuh. Maka tak henti-hentinya kami
mengajak dan mengingatkan para orangtua/bapak-ibu untuk mewariskan
penderitaan dan pengorbanan sebagai konsekwensi hidup saling mengasihi
kepada anak-anaknya. Maka jauhkan aneka bentuk pemanjaan pada anak-anak
dalam mendidik dan mendampinginya. Anak-anak sedini mungkin secara
bertahap sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan pribadinya hendaknya
diperkenalkan akan kerja keras dan penderitaan sebagai konsekwensi dari
kesetiaan hidup beriman. Marilah kita hayati motto “jer basuki mowo beyo” (untuk hidup mulia dan berbahagia harus berjuang dan menderita). Jika
anda
tidak mendidik dan membina anak-anak dalam hal kerja keras dan
penderitaan sebagaimana saya maksudkan di atas, maka pada masa depan
anda sendiri yang akan kecewa serta menderita di masa lansia anda.
· “Untuk
segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk
menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk
membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada
waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk
tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;ada waktu untuk
membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk
memeluk, ada waktu untuk
menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk
membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk
berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada
waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.”
(Pkh 3:1-8). Saya sengaja mengutipkan hampir lengkap karena hemat saya
sungguh cukup jelas dan baik. Kita diingatkan akan hal waktu: hendaknya
kita tidak cemas dalam hal waktu, karena masing-masing kegiatan pasti
akan memiliki waktu. Tentu saja kita semua diharapkan memanfaatkan atau
mengisi waktu untuk melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama
keselamatan jiwa. Kita semua diharapkan untuk tertib dalam hal waktu,
jika kita mendambakan hidup bahagia dan sejahtera baik lahir maupun
batin, fisik maupun spiritual. Memperhatikan kutipan di atas marilah
kita fungsikan waktu untuk menyembuhkan, membangun, mengumpulkan dan mengasihi, gerakan-gerakan,
usaha-usaha atau tindakan yang positif, baik dan menyelamatkan.
Pengrusakan, perceraian atau perpisahan dan kebencian masih marak di
sana-sini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak atau kurang
beriman, misalnya perusakan hutan, perceraian suami-isteri
atau permusuhan antar suku, ras dan agama. Negara kita senantiasa
mencanangkan program pembangunan, semoga apa yang dicanangkan tidak
berhenti dalam wacana atau tulisan, tetapi menjadi kenyataan, terutama
pembangunan manusia seuttuh melalui pelayanan jajaran Departemen
Pendidikan maupun Departemen Agama.
“Terpujilah
TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan
jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu
pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku
berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku! Ya TUHAN,
apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia,
sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin,
hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat.” (Mzm 144:1-4)
Ign 28 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar