Mg Biasa XXIX/Minggu Misi/Evangelisasi: Yes 53:10-11; Ibr 4:14-16; Mrk 10:35-45
“Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
“Saudara-saudari
yang terkasih, saya mohon pada hari misi evangelisasi bagi
bangsa-bangsa (ad gentes), khususnya bagi para pelayan, suatu pencurahan
Roh Kudus bagi mereka, agar rahmat Allah memampukan mereka untuk
memajukan misi evangelisasi dengan teguh dalam sejarah manusia. Bersama
dengan Beato John Henry Newman, saya berdoa :’Ya Tuhan, dampingilah para
misionaris-Mu di tanah-tanah misi, taruhlah kata-kata yang benar di
bibir mereka dan buatlah jerih payah mereka menghasilkan buah
berlimpah’. Semoga Santa Perawan Maria, Bunda Gereja dan Bintang
Evangelisasi, menyertai semua misionaris Kabar Sukacita” (kutipan dari Pesan Paus Benediktus XVI dalam rangka mengenangkan Minggu Evangelisasi atau Misi Sedunia, 6 Januari 2012).
“Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."(Mrk 10:45)
Dalam rangka melaksanakan tugas pengutusanNya, Sang Penyelamat Dunia telah rela dengan rendah hati dalam “melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”. Untuk
itu Ia rela menderita, disiksa dan dihina sampai wafat disalibkan di
kayu salib, menjadi tontonan banyak orang. Penyaliban merupakan hukuman
terberat bagi para penjahat, maka dengan demikian Sang Penyelamat Dunia,
meskipun baik, rela diperlakukan sebagai penjahat, tidak mengeluh dan
menggerutu. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita
memiliki tugas missioner untuk mewartakan kabar baik, apa-apa yang baik,
dengan semangat melayani dan rendah hati. Maka marilah kita hidup dan
bertindak dengan saling melayani, mempersembahkan tenaga dan waktu kita
bagi orang lain,
demi kebahagiaan dan keselamatan mereka, tentu saja pertama-tama dan
terutama adalah keselamatan jiwa.
“Nyawa”
adalah semangat atau gairah, cita-cita dan harapan yang membuat kita
bersemangat dan bergairah. Arahkan cita-cita, harapan dan dambaan anda
bagi ‘tebusan banyak orang’ atau keselamatan dan kebahagiaan semua
orang, tanpa pandang bulu. Kami percaya bahwa anda para suami dan isteri
pasti memiliki pengalaman untuk saling menyerahkan ‘nyawa’, saling
berbagi cita-cita, harapan dan dambaan serta kemudian bersama-sama
melangkah maju untuk mewujudkan cita-cita, harapan dan dambaan yang
telah disatukan. Maka kami berharap anda mendidik dan membina anak-anak
anda sedini mungkin untuk saling mempersembahkan diri kepada
saudara-saudarinya dalam satu keluarga, kakak-adik, dan kemudian
diperluas kepada para sahabat dan rekan tetangga maupun rekan
belajar atau bekerja.
Sikap mental ‘melayani’ hendaknya juga kita hayati, perdalam dan perkembangkan dalam dan
melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan
kapan pun. Melayani berarti senantiasa berusaha membahagiakan,
sebagaimana terjadi dalam diri pelayan yang baik dalam komunitas,
keluarga maupun tempat kerja atau tempat tugas. Pelayan yang baik juga
tidak pernah mengeluh atau menggerutu ketika mengalami kesulitan,
menghadapi tantangan maupun tegoran keras dari orang lain yang harus
dilayani. Mengeluh atau menggerutu hemat kami berarti melecehkan atau
merendahkan yang lain, dan merasa dirinya yang terbaik. Marilah kita
belajar dan meneladan Yesus yang dalam puncak penderitaanNya tidak
mengeluh dan menggerutu, bahkan mendoakan mereka yang telah
membuatNya menderita. Kami percaya dalam kehidupan sehari-hari kita
pasti menghadapi apa-apa yang tidak sesuai dengan selera pribadi kita,
maka hendaknya hal itu dihadapi dan disikapi dengan rendah hati seraya
mendoakan mereka yang telah mempersulit hidup dan pelayanan kita. Dengan
kata lain hendaknya kita senantiasa mendoakan mereka yang memusuhi kita
atau membuat kita tidak enak, menderita, dst… Itulah kiranya salah satu
penghayatan panggilan missioner yang dapat dilakukan oleh siapapun dan
kapan pun: kerasulan doa. Maka sisipkan doa khusus bagi orang lain dalam
doa-doa harian anda, demikian juga dalam Perayaan Ekaristi para
imam hendaknya mendoakan orang lain, lebih-lebih mereka yang sedang
mengalami kesulitan dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusannya.
“Karena
kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua
langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada
pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam
besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih
karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk
mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr 4:14-16)
Kutipan
di atas ini secara khusus kiranya baik menjadi bahan permenungan atau
refleksi bagi rekan-rekan imam, dan secara umum bagi segenap umat
beriman yang juga memiliki panggilan imamat umum. Salah satu cirikhas
panggilan imamat adalah sebagai ‘penyalur’: menyalurkan rahmat atau
berkat Tuhan bagi sesamanya dan menyalurkan doa, dambaan, kerinduan,
harapan dst.. sesamanya kepada Tuhan. Dalam anggota tubuh kita yang
kelihatan hemat saya fungsi penyalur yang baik adalah ‘leher’, dimana
melalui leher apa yang dibutuhkan oleh seluruh anggota tubuh, yaitu
makanan dan minuman serta udara segar lewat. Apa yang diterima oleh
leher langsung diteruskan semuanya, tiada sedikitpun yang diambil alias
dikorupsi. Leher juga tidak pernah dapat menikmati makanan dan minuman
yang lewat, tak pernah berfungsi
menyakiti. Sementara anggota tubuh lain yang kelihatan beristirahat,
leher tetap bekerja atau berfungsi sebagai penyalur, yaitu penyalur
udara segar.
Marilah
kita berpartisipasi dalam kelemahan-kelemahan saudara-saudari kita, dan
senantiasa siap sedia untuk dicobai dalam rangka berfungsi sebagai
penyalur rahmat atau berkat Allah maupun doa, dambaan dan kerinduan umat
Allah. Biarlah kehadiran dan sepak terjang kita di antara
saudara-saudari kita dapat menjadi kasih karunia bagi mereka. Memang
untuk itu kita senantiasa diharapkan hidup bersatu dan bersama dengan
Allah dalam situasi dan kondisi macam apapun dan dimana pun. Menghayati
panggilan imamat hemat saya kita harus sungguh hadir dalam kebersamaan
hidup umat Allah, seraya mendengarkan dengan rendah hati suka-duka umat
Allah, dan kemudian kita tanggapi suka-duka umat Allah sesuai dengan
kemampuan dan kesempatan yang ada pada diri kita.
“TUHAN
berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan
dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya,
umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah
kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku
itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh
hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul” (Yes 53:10-11). Setia
menghayati panggilan imamat hemat saya tak akan terlepas dari hati dan
jiwa yang disakiti oleh orang lain atau hati dan jiwa kita harus
bersusah karena dosa dan kekurangan orang lain. Hati dan jiwa kita akan
segera puas dan bahagia jika kita juga segera membantu orang-orang
berdosa dan berkekurangan, sebaliknya jika kita diam saja berarti
kita akan tetap sedih hati dan hancur jiwa kita. Kami harapkan kita
lebih baik disakiti hati dan jiwa kita karena kesetiaan pada panggilan
imamat daripada menyakiti hati dan jiwa orang lain karena egoisme dan
kemunafikan kita. Cirikhas seorang utusan antara lain memang disakiti,
dicemooh dan mungkin juga kurang diperhatikan.
“Aku mau menyanyikan syukur kepada-Mu dalam jemaah yang besar, di tengah-tengah rakyat yang
banyak aku mau memuji-muji Engkau. Janganlah sekali-kali bersukacita
atas aku orang-orang yang memusuhi aku tanpa sebab, atau
mengedip-ngedipkan mata orang-orang yang membenci aku tanpa
alasan.Karena mereka tidak membicarakan damai, dan terhadap orang-orang
yang rukun di negeri mereka merancangkan penipuan,” (Mzm 35:18-20)
Ign 21 Oktober 2012