“Setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh”
(Gal 3:7-14; Luk 11:15-26)
“Tetapi
ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa
Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga
kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka
lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan
setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu
juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya
dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan
kuasa Beelzebul.Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul,
dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah
yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa
Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang
kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga
rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang
yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang
itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan
membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan
siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." "Apabila
roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang
tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata:
Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia
dan mendapati rumah itu bersih tersapu dan rapi teratur. Lalu ia keluar
dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka
masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk
dari pada keadaannya semula.” (Luk 11:15-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Rumahtangga
atau keluarga kuat, damai sejahtera dan bahagia, maka hidup bersama di
masyarakat pun akan demikian adanya. Dengan kata lain hidup rumah tangga
atau berkeluarga memang sungguh merupakan dasar atau modal utama hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka berrefleksi atas Warta
Gembira hari ini pertama-tama dan terutama kami mengajak dan
mengingatkan anda semua yang hidup berrumahtangga atau berkeluarga untuk
senantiasa mengusahakan kesatuan yang didasarkan pada cintakasih dalam
situasi dan
kondisi macam apapun. Ingatlah dan hayati bahwa cintakasih lah yang
mendasari dan mengikat anda berdua sebagai suami-isteri, demikian juga
kehadiran anak-anak di dalam keluarga juga karena cintakasih. Hadapi
segala macam godaan untuk bercerai atau kemunduran hidup saling
mengasihi dengan segala kerendahan hati seraya mengandalkan diri pada
Allah yang telah mempertemukan anda berdua. Kami berharap entah suami
atau isteri tidak berselingkuh, memang semakin anda berdua semakin dekat
satu sama lain pasti akan semakin mengenal kelemahan dan kekurangan
pasangannya. Tetapi ingat bahwa jika tidak mampu mengasihi mereka yang
setiap hari hidup bersama, maka anda pun tak akan dapat mengasihi orang
lain; semakin anda terampil saling mengasihi dengan orang-orang yang
setiap hari hidup dan berkerja bersama, maka anda semakin terampil juga
mengasihi orang lain, orang-orang yang baru saja dikenal dan bertemu.
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, demikian kata
sebuah pepatah yang hendaknya kita renungkan.
· “Jadi
kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak
Abraham. Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah
membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih
dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan
diberkati."Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati
bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu” (Gal 3:7-9). Sebagai
orang beriman, entah agama atau kepercayaannya
apapun sering disebut sebagai ‘anak-anak Abraham’, karena Abraham
adalah bapa umat beriman. Memang orang mengaku beragama belum tentu
beriman, sebaliknya orang yang sungguh beriman tidak otomatis juga
beragama. Hemat saya yang penting dan utama adalah beriman bukan
beragama, dan iman harus diwujudkan dalam tindakan atau perilaku, tidak
berhenti pada wacana atau omongan. Maka marilah kita berlomba dalam
mewujudkan iman dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari
dimana pun dan kapan pun. Hendaknya jangan memang suku, agama atau ras,
maupun pangkat dan kedudukan, dalam menilai orang, melainkan perilaku
atau tindakannya sebagai perwujudan iman. Kami berharap kepada para
pemuka atau pemimpin agama untuk dapat menjadi teladan dalam penghayatan
iman, dalam cara hidup dan cara bertindak yang baik, mulia dan bermoral
atau berbudi pekerti luhur. Para pemuka, pemimpin atau tokoh agama
hendaknya tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain melakukan
apa yang berdosa atau jahat. Pada masa kini hemat saya sedang terjadi
krisis keteladanan atau inspirasi untuk berbuat baik.
“Haleluya!
Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan
orang-orang benar dan dalam jemaah. Besar perbuatan-perbuatan TUHAN,
layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya. Agung dan bersemarak
pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya.
Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu
pengasih dan penyayang.” (Mzm 111:1-4)
Ign 12 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar