“Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia ia berbuah banyak”
(Rm 8:22-27; Yoh 15:1-8)
"Akulah
pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting
pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang
sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di
dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat
berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur,
demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam
Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di
luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di
dalam Aku, ia dibuang
ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang
dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.Jikalau kamu tinggal di dalam
Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu
kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku
dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu
adalah murid-murid-Ku." (Yoh 15:1-8) ,demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Teresia dari
Avila, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· St
Teresa dari Avila yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai perawan
yang sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, ia penuh wibawa,
polos, cantik dan menyenangkan. Dalam hal hidup membiara ia juga dikenal
sebagai pembaharu Ordo Karmelit. Ia membukukan pengalaman iman dan
rohaninya dalam sebuah buku tebal yang sampai ini sangat membantu dalam
hidup membiara di dalam Gereja Katolik. “Tinggal di dalam Dia, dalam
Tuhan” alias berusaha hidup suci itulah yang senantiasa diusahakan. Maka
perkenankan
secara khusus saya mengingatkan dan mengajak segenap anggota Lembaga
Hidup Bakti, para biarawan dan biarawati atau religius, untuk dapat
menjadi teladan hidup suci bagi umat Allah. “Kerasulan semua religius
pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah
dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat” (kan
673), demikian dan peringatan pimpinan Gereja Katolik. Bukan jabatan,
kedudukan, ijasah, pengalaman hidup dst.. yang utama dan pertama-tama,
melainkan cara hidup dan cara bertindak yang sungguh dibaktikan kepada
Allah alias hidup suci, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Cirikhas
orang suci memang senantiasa menarik, menawan, mempesona dan memikat
siapapun untuk mendekat serta memotivasi orang lain untuk berusaha
menjadi suci, semakin membaktikan diri kepada Allah. Maka semoga para
religius yang pada umumnya berpakaian resmi warna
putih, tidak hanya putih pakaiannya, tetapi juga putih hati, jiwa, akal
budi maupun tubuhnya alias bersih, tiada dosa dan noda sedikitpun.
Sekiranya sekarang belum putih dan masih abu-abu, baiklah dengan rendah
hati bersama dengan Tuhan, dalam doa dan tobat, kita berusaha untuk
menjadi putih.
· “Demikian
juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita
kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah
yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia,
sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Rm 8:26-27). Bahwa kita dapat berdoa dengan baik dan benar memang bukan semata-mata hasil usaha atau jerih payah
kita, melainkan merupakan karya atau anugerah Allah, yang melalui RohNya senantiasa ‘membantu kita dalam kelemahan kita”. Para
religius atau biarawan-biarawati sering juga disebut sebagai
rohaniwan-rohaniwati alias orang yang sungguh hidup dari dan oleh Roh
atau hobbynya bergaul bersama dengan Roh. Maka jika ada biarawan atau
birawati bersikap mental materialistis dalam hidup dan pelayanannya
berarti yang bersangkutan tidak hidup dan bertindak dalam dan oleh Roh,
melainkan hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Kami harapkan
segenap biarawan dan biarawati dimana pun dan kapan pun dapat saling
bekerjasama dan membantu dalam mengusahakan hidup suci, maka jika ada
rekan biarawan atau biarawati tidak hidup suci, kami harapkan kepada
siapapun tidak takut menegor dan mengingatkannya. Tentu saja antar
biarawan dan birawati sendiri harus saling mengingatkan dan menegor
ketika ada rekan-rekannya hidup
seenaknya. Kami juga mendambakan semoga aneka pelayanan pastoral para
biarawan-biarawati, entah pendidikan, social maupun kesehatan, juga
lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia daripada aneka macam
sarana-prasarana. Kesuksesan pelayanan terletak pada semakin banyak jiwa
manusia diselamatkan.
“Sebab
aku tetap mengikuti jalan TUHAN dan tidak berlaku fasik terhadap
Allahku. Sebab segala hukum-Nya kuperhatikan, dan ketetapan-Nya tidaklah
kujauhkan dari padaku; aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan
menjaga diri terhadap kesalahan. Karena itu TUHAN membalas kepadaku
sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan
mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang
yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang
suci Engkau berlaku suci”
(Mzm 18:22-27)
Ign 15 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar